Dari dulu aku sering berpikir, Tuhan gokil sekali terhadap dua agama ini. Kasihan, kadang-kadang. Keduanya agama yang paling banyak mendapat janji-janji eksklusif dari Tuhan, dan yang lebih kacaunya, juga mendapat perintah untuk menyebar ke segala sudut bumi, dibebani missi untuk merekrut sebanyak mungkin pengikut.
Tuhan seolah seperti ketua partai yang kekurangan konstituen menjelang pemilu. Tuhan seperti zat yang lemah lunglai, sehingga perlu pertolongan dan bantuan manusia untuk sekadar merekrut pengikut. Tuhan seperti gentar, gemetaran dipelototi Iblis dari kejauhan.
Sungguhkah Tuhan pernah “minta tolong” seperti itu? Atau Tuhan sungguhankah yang minta tolong itu, yang memotivasi kedua agama itu untuk berebut pengikut, yang kemudian menjerumuskan mereka ke perang-perang “suci” hingga hari ini? Kalau sungguh, tanpa mengurangi rasa hormat, dengan sangat menyesal, Itu bukan tuhan saya.
Saya tak sudi bertuhankan Sesuatu yang bicara begini kepada agama ini, dan bicara begitu kepada agama itu. Saya bodoh, tapi tidak begitu bodohnya untuk beriman kepada Sesuatu yang lemah, yang perlu pertolongan manusia untuk menegakkan kebenaran, untuk menghadapi iblis secara keroyokan.
*****
Bila Anda orang yang doyan keluyuran dari satu chat room ke chat room yang lain, pasti pernah menemukan perdebatan panas sekaligus menjijikkan, antara orang-orang yang menganggap agamanya paling benar.
Tidak sekadar mempertahankan kebenaran agamanya, mereka juga menyerang secara brutal agama lain. Hasilnya, kedua agama itu terlihat sama-sama konyol, sama-sama tak logis. Dan itu tadi, yang akhirnya mendapat trofi kemenangan adalah saudara-saudara kita yang atheis, sebab akhirnya kedua orang bertengkar itu membuka sendiri borok dan kelemahan masing-masing. Mengenaskan kan?
Memang harus saya katakan, saya memilih tetap dalam agama saya sekarang bukan karena saya anggap agama itu paling bagus. Saya tak berpindah ke agama lain karena saya tahu dalam agama saya ada kebaikan seperti dalam agama lain, dan dalam agama lain ada keburukan yang ada dalam agama saya. Sejarah agama-agama senantiasa terdiri atas bab-bab yang paling represif dan buas, tapi juga pasase yang paling mulia dan memberikan harapan.
Agama menyumbangkan kepada kehidupan manusia secercah kesadaran, betapapun mustahilnya keadilan akan datang, nilai itu—dan segala sifat Allah—tetap memberi inspirasi. Agaknya itulah yang berada dalam inti iman.
GM dalam Catatan Pinggir; Murtad.
Andai kearifan GM ini dimiliki orang-orang fanatik yang berdebat di chat room itu, juga di semua tempat lain, kedua agama ini bisa dicegah dari kepunahan dini, bisa diperlambat abrasi keagungannya, meski pada suatu saat sepertinya pasti akan punah juga.
Romo Mangunwidjaja pernah bilang, “Masalahnya bukan apa agamamu, tetapi seberapa beragamanya kamu.”
Meski fanatisme rasanya ada di semua agama, tetapi pada kedua agama ini kecenderungan itu sudah keterlaluan. Mereka mungkin lupa silsilah, sama-sama anak kandung Ibrahim, dari ibu yang berbeda.
Makanya jangan poligami!
Bonus pantun: (baru saja diciptakan, fresh from my mind).
Bila jalan di semak belukar/hati-hati digigit ular/Bila Islam dan Kristen bertengkar/yang menang orang yang ingkar
Kalau sampai tergigit ular/rasa sakitnya seperti terbakar/Kalau menang orang yang ingkar/semua agama segera bubar
Setelah sakit seperti terbakar/badan menggigil sampai tak sadar/Kalau semua agama sudah bubar/dunia pun jadi kampung bar-bar
Usai menggigil sampai tak sadar/tak lama kau pun jatuh terkapar/Jika dunia jadi kampung bar-bar/Waduh, udah dulu ya, buru-buru mau ke pasar…
Soalnya badan biniku kurang segar, tapi bukan karena ular menyusup ke semak belukar, di rumah peran kami emg sering bertukar, biar suasana ngga monoton dan hambar, cinta pun mekar, badan jadi melar, biarpun penghasilan masih standar, HP belum sempat ditukar ke model anyar, cicilan motor belum dibayar, TUH KAN KEBANYAKAN NGETIK PASARNYA KEBURU TERBAKAR.
Wah, gue curiga nih, jangan-jangan itu tindakan makar, atau paling tidak, biar klaim asuransinya dibayar, atau ulah para makelar, karena ada toke yang mau bangun mall dan gedung-gedung ke langit mencakar. (Wah, yang ini maksa!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar